Minggu, 30 Januari 2011

Ular Cobra

Ular sendok atau yang juga dikenal dengan nama kobra adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok (Jw., ula irus) karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau irus (sendok sayur).
Istilah kobra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, cobra, yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari bahasa Portugis. Dalam bahasa terakhir itu, cobra merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari bahasa Latin colobra (coluber, colubra), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis di abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah cobra-capelo, ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa Spanyol, Prancis, Inggris dan lain-lain bahasa Eropa.
Ular sendok dalam bahasa Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja. Sedangkan ular king-cobra (Ophiophagus hannah) biasanya disebut dengan istilah ular anang atau ular tedung.

Ragam dan Jenisnya 

Kobra biasanya berhabitat daerah tropis dan gurun di Asia dan Afrika. Beberapa jenis kobra dapat mencapai panjang 1,2–2,5 meter. King-cobra bahkan dapat tumbuh sampai dengan 5,6 m, dan merupakan jenis ular berbisa terbesar di dunia.
Asia memiliki banyak jenis kobra, sekurang-kurangnya dua jenis kobra sejati didapati di Indonesia. Jenis-jenis itu di antaranya:
1. Kobra india (Naja naja),
berwarna abu-abu kehitaman, kobra ini mempunyai pola gambar kacamata di belakang tudungnya. Menyebar di India, Pakistan, Nepal, Bangladesh dan Sri Lanka.
2. Kobra asia-tengah (Naja oxiana)
menyebar mulai dari Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Iran, Afganistan, Pakistan, hingga ke India utara.
3. Kobra kaca-tunggal (Naja kaouthia)
alih-alih kacamata, pola gambar di punggungnya berupa kaca-tunggal, yakni pola lingkaran konsentrik mirip huruf O. Ular ini menyebar mulai dari Nepal, India timur laut, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam bagian selatan, Tiongkok selatan, dan bagian utara Malaysia.
4. Kobra burma (Naja mandalayensis)
menyebar terbatas di sekitar kota Mandalay. Mampu menyemburkan bisa (spitting cobra).
5. Kobra andaman (Naja sagittifera)
menyebar terbatas di Kep. Andaman
6. Kobra tiongkok (Naja atra)
menyebar di Tiongkok selatan, bagian utara Vietnam, dan Laos.
7. Kobra siam (Naja siamensis)
menyebar di Thailand, Kamboja, sebagian Laos, dan Vietnam bagian selatan. Kerap menyemburkan bisa.
8. Ular sendok sumatra (Naja sumatrana)
juga kerap menyemburkan bisa. Menyebar mulai dari bagian paling selatan di Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya, Borneo, hingga Palawan dan Kep. Calamian di Filipina.
9. Ular sendok jawa (Naja sputatrix)
kerap menyemburkan bisa (bahasa Latin sputare, meludah). Menyebar mulai dari Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores hingga Alor. Kemungkinan juga di pulau-pulau sekitarnya.
10. Kobra filipina (Naja philippinensis)
menyebar di bagian utara dan barat Filipina, di pulau-pulau Luzon, Mindoro, Marinduque, Masbate, dan mungkin pula di Calamian dan Palawan.
11. Kobra mindanao (Naja samarensis)
menyebar di bagian selatan dan timur Filipina, di pulau-pulau Mindanao, Samar, Leyte, Bohol dan sekitarnya.
Sedangkan kobra dari Afrika di antaranya:
12. Kobra mesir (Naja haje)
ular ini dikenal pula dengan nama lain, asp, dan terkenal dalam sejarah karena digunakan oleh Cleopatra, ratu Mesir, untuk bunuh diri.
13. Naja melanoleuca
14. Naja annulifera
15. Naja nigricollis, kobra penyembur dari Afrika.
16. Naja mossambica, kobra Mozambik
17. Naja nivea
dan lain-lain.

Warna Yang Mengacaukan 

Berbagai jenis kobra dapat memiliki warna dari hitam atau coklat tua sampai putih-kuning. Pada masa lalu, warna tubuh dan kemampuan menyemburkan bisa –melalui kombinasi dengan beberapa ciri lainnya– digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis-jenis kobra. Akan tetapi kini diketahui bahwa variasi warna dalam satu jenis (spesies) kobra begitu beragam, sehingga mustahil digunakan sebagai patokan pengenalan jenis. Sebagai teladan, ular sendok Jawa diketahui berwarna hitam kelam di Jawa bagian barat namun kecoklatan hingga kekuningan di Jawa timur dan Nusa Tenggara.
Yang lebih merumitkan ialah beberapa kobra yang berbeda spesiesnya dapat memiliki warna atau pola warna yang bermiripan. Di Thailand umpamanya, yang memiliki beberapa jenis kobra, peneliti harus lebih berhati-hati untuk menetapkan identitas ular yang ditemuinya. Karena perbedaan spesies ini akan bersifat menentukan bagi hasil risetnya kelak. Perbedaan spesies ini juga berarti perbedaan karakter bisa (racun), yang penting untuk diketahui apabila menangani korban gigitan ular.

Biasa Ular Cobra

isa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoxin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja.
Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.
Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat (balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung, untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung. Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa (biasanya di Indonesia disebut SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.

Gejala Keracunan

Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.
Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni mempengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.
Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi nekrosis. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.
Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (shock) pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernafasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar